Update

Peran Pesantrenpreneur dalam Pembangunan Ekonomi

Oleh Dr Abdul Wadud Nafis, LC., MEI

Abstrak

Pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan Islam, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai agen pemberdayaan ekonomi umat. Konsep pesantrenpreneur—yakni integrasi antara pesantren dan jiwa kewirausahaan—muncul sebagai pendekatan strategis dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis nilai-nilai Islam. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peran pesantrenpreneur dalam pembangunan ekonomi, terutama dalam pemberdayaan UMKM, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan ekonomi lokal berbasis syariah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan studi pustaka, artikel ini menunjukkan bahwa pesantrenpreneur dapat menjadi katalisator transformasi sosial-ekonomi yang berkelanjutan.

Kata Kunci: pesantrenpreneur, ekonomi Islam, pemberdayaan umat, kewirausahaan, pembangunan ekonomi

1. Pendahuluan

Lembaga pesantren telah lama menjadi pilar pendidikan Islam dan pusat pembinaan moral di tengah masyarakat Indonesia. Seiring berkembangnya kebutuhan zaman, pesantren dituntut untuk lebih adaptif terhadap tantangan sosial-ekonomi. Salah satu pendekatan yang berkembang adalah pesantrenpreneur, yaitu penggabungan antara fungsi tradisional pesantren dan semangat kewirausahaan modern berbasis nilai-nilai Islam (Syarif, 2019).

Pesantrenpreneur hadir tidak hanya sebagai bentuk inovasi ekonomi, tetapi juga sebagai model pemberdayaan berbasis spiritual yang menjawab problem kemiskinan struktural, pengangguran, dan keterbatasan akses terhadap sumber daya ekonomi oleh kelompok marginal.

2. Konsep dan Karakteristik Pesantrenpreneur

Pesantrenpreneur merupakan paradigma baru dalam dunia pesantren yang menggabungkan nilai-nilai spiritualitas Islam dengan keterampilan kewirausahaan (Zarkasyi, 2020). Model ini bertujuan menciptakan santri yang tidak hanya berilmu agama, tetapi juga memiliki kemampuan bisnis dan manajerial.

Karakteristik utama:

2.1. Berbasis Tauhid dan Etika Islam: Seluruh aktivitas usaha dikawal dengan prinsip syariah (amanah, kejujuran, dan kerja keras).

2 2 . Berorientasi Komunitas: Usaha tidak hanya berorientasi profit, tetapi juga pada kemaslahatan umat.

2.3 . Kemandirian dan Inovasi: Mendorong pengelolaan ekonomi yang kreatif dan tangguh.

2.4 . Pengelolaan Kolektif: Usaha berbasis koperasi, wakaf produktif, dan BMT.

3. Peran Strategis Pesantrenpreneur dalam Pembangunan Ekonomi

3.1 Pemberdayaan Ekonomi Umat

Pesantrenpreneur mendorong penguatan UMKM berbasis lokal dengan memanfaatkan potensi santri dan komunitas sekitar. Produk pertanian, peternakan, kerajinan, dan industri halal menjadi fokus usaha yang digerakkan oleh pesantren.

3.2 Penciptaan Lapangan Kerja

Pesantren dengan unit bisnisnya mampu menampung lulusan santri dan pemuda sekitar yang tidak terserap pasar kerja formal. Kegiatan pelatihan kerja berbasis pesantren juga menjadi ruang peningkatan kapasitas SDM.

3.3 Penguatan Ekonomi Syariah

Lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, koperasi syariah, dan wakaf produktif yang dikelola pesantren memberikan solusi keuangan yang adil dan sesuai syariah, serta menjadi alternatif atas dominasi sistem bunga konvensional.

3.4 Revitalisasi Ekonomi Lokal dan Desa

Pesantren dengan sumber daya lokal seperti tanah wakaf dan jaringan alumni berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi desa melalui kerja sama dengan BUMDes, kelompok tani, dan komunitas lokal.

4. Tantangan dan Strategi Penguatan Pesantrenpreneur

4.1 Tantangan:

4.1.1 Keterbatasan SDM Manajerial: Mayoritas pesantren masih minim tenaga profesional dalam pengelolaan usaha.

4.1.2 Minimnya Akses Modal dan Teknologi: Keterbatasan modal usaha serta akses terhadap digitalisasi menghambat pengembangan skala bisnis.

4.1.3 Belum Optimalnya Dukungan Kebijakan: Kebijakan negara masih belum fokus mendukung ekonomi pesantren secara sistemik.

4.2.1 Strategi Penguatan:

4.2.1. Inkubasi Bisnis untuk Santri dan Alumni: Melibatkan perguruan tinggi dalam pelatihan kewirausahaan.

4.2. 2. Kemitraan Multi Pihak: Melibatkan sektor swasta, pemerintah, dan lembaga filantropi dalam mengembangkan usaha pesantren.

4.2 3. Digitalisasi dan Branding Produk: Memperkuat sistem pemasaran melalui media sosial dan e-commerce.

5. Studi Kasus Sukses

5.1 Pondok Pesantren Sidogiri (Pasuruan) dikenal dengan Koperasi Sidogiri dan BMT-nya yang mengelola aset miliaran rupiah dan menjangkau ribuan anggota.

5.2 Pesantren Al-Ittifaq (Ciwidey, Bandung) mengelola pertanian hortikultura berbasis santri dan jaringan distribusi dengan supermarket nasional.

5.3 Pesantren Sunan Drajat (Lamongan) sukses membangun kawasan ekonomi terpadu, termasuk SPBU, sekolah, dan pabrik roti.

Studi-studi ini membuktikan bahwa model pesantrenpreneur bukan sekadar gagasan, tetapi sudah terimplementasi dengan baik.

6. Kesimpulan

Pesantrenpreneur adalah model inovatif yang menjawab kebutuhan spiritual dan ekonomi umat. Pesantren yang berhasil mengelola usaha dengan pendekatan syariah terbukti mampu meningkatkan kemandirian ekonomi, memperkuat ekonomi lokal, dan mengentaskan kemiskinan. Kolaborasi lintas sektor, inovasi teknologi, dan penguatan kapasitas SDM adalah kunci utama dalam memperluas dampak pesantrenpreneur ke depan. Pesantren masa depan adalah pusat spiritual, intelektual, dan ekonomi umat.

Daftar Pustaka

Affandi, A., & Rachmawati, E. (2021). Ekonomi Islam dan Pemberdayaan Umat. Jakarta: Kencana.

Azis, A. (2018). “Pesantren dan Ekonomi Kerakyatan: Studi atas Usaha Ekonomi Pesantren di Jawa Tengah.” Jurnal Ekonomi Syariah, 10(2), 135–148.

Burhanuddin, J. (2020). Revitalisasi Pesantren dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Yogyakarta: LKiS.

Syarif, H. (2019). “Transformasi Pesantren ke Pesantrenpreneur: Tinjauan Sosio-Ekonomi.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 5(1), 22–35.

Zarkasyi, A. (2020). Kewirausahaan Santri: Konsep dan Praktik Pesantrenpreneur. Malang: UIN Press.

Raharjo, A. (2022). “Digitalisasi Usaha Pesantren dalam Menghadapi Era Ekonomi 4.0.” Jurnal Manajemen Syariah, 6(1), 80–95.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *