Update

Pemerintahan Bersih dalam Islam


Oleh Dr Abdul Wadud Nafis, LC., MEI
Dalam Islam, kepemimpinan bukanlah sekadar jabatan, melainkan amanah besar yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah SAW dan para khalifah membangun pemerintahan yang bersih, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Konsep pemerintahan bersih dalam Islam tidak hanya berbicara tentang transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai amanah, keadilan, serta musyawarah dalam pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip ini tetap relevan di era modern sebagai pedoman dalam membangun tata kelola negara yang berintegritas.
Pemerintahan bersih dalam Islam merujuk pada tata kelola negara yang berlandaskan amanah, keadilan, transparansi, akuntabilitas, antikorupsi, dan musyawarah. Prinsip ini bersumber dari Al-Qur’an, hadis, dan praktik kepemimpinan para khalifah. Berikut adalah konsep pemerintahan bersih dalam Islam secara sistematis:u
1. Pemerintahan adalah Amanah
Pemerintahan dalam Islam bukanlah hak pribadi, melainkan amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. 
Dalil: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58).
Penjelasan: Seorang pemimpin harus menjalankan kekuasaan dengan penuh kesadaran bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan rakyat.
2. Keadilan sebagai Pilar Utama
Pemerintahan bersih harus menegakkan keadilan tanpa diskriminasi terhadap siapapun.
Dalil: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, sekalipun terhadap dirimu sendiri atau orang tua dan kaum kerabatmu…” (QS. An-Nisa: 135).
Penjelasan: Pemimpin harus adil dalam menetapkan kebijakan, tanpa berpihak kepada golongan tertentu. Rasulullah SAW menegaskan bahwa bangsa-bangsa terdahulu binasa karena mereka hanya menghukum rakyat kecil, sementara yang berkuasa dibiarkan.
3. Transparansi dan Akuntabilitas (Hisbah)
Pemerintahan Islam menekankan transparansi dalam pengelolaan negara dan akuntabilitas terhadap rakyat.
Dalil: Umar bin Khattab RA berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.”
Penjelasan: Pemimpin harus selalu terbuka dalam pengambilan kebijakan, dan masyarakat memiliki hak untuk mengkritik serta mengawasi jalannya pemerintahan.
4. Larangan Korupsi, Nepotisme, dan Suap
Islam melarang keras segala bentuk korupsi dan penyalahgunaan jabatan.
Dalil: Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Abu Dawud).
Penjelasan: Pemimpin dan pejabat negara tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Umar bin Abdul Aziz menolak menerima hadiah karena dianggap sebagai suap terselubung.
5. Musyawarah sebagai Landasan Pengambilan Keputusan
Keputusan pemerintahan dalam Islam harus diambil melalui musyawarah dan partisipasi rakyat.
Dalil: “…dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38).
Penjelasan: Pemimpin harus mendengarkan aspirasi masyarakat, sebagaimana Rasulullah SAW dan para khalifah selalu bermusyawarah sebelum mengambil kebijakan besar.
6. Pemimpin Harus Menjadi Teladan dalam Kesederhanaan
Pemimpin dalam Islam dituntut untuk hidup sederhana dan tidak bermewah-mewahan dengan kekuasaan.
Dalil: Umar bin Khattab RA dikenal tidur beralaskan tanah meskipun menjadi pemimpin terbesar di zamannya.
Penjelasan: Pemimpin yang bersih harus lebih mementingkan kepentingan rakyat dibanding kepentingan pribadinya.
7. Pengawasan Ketat terhadap Pejabat Negara
Islam mengajarkan bahwa setiap pejabat negara harus diawasi dan dipertanggungjawabkan di depan rakyat.
Dalil: Umar bin Khattab RA mewajibkan para pejabat melaporkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
Penjelasan: Ini adalah bentuk kontrol terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi.
Kesimpulan
Pemerintahan bersih dalam perspektif Islam harus berlandaskan amanah, keadilan, transparansi, akuntabilitas, antikorupsi, dan musyawarah. Sejarah Islam telah memberikan contoh nyata dari kepemimpinan yang bersih, seperti dalam pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Umar bin Abdul Aziz. Prinsip-prinsip ini sangat relevan untuk diterapkan dalam pemerintahan modern guna menciptakan tata kelola yang adil dan berintegritas.
Pemerintahan bersih dalam Islam bukan sekadar konsep ideal, tetapi suatu keharusan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah. Dengan menerapkan prinsip amanah, keadilan, transparansi, dan musyawarah, sebuah negara dapat mencapai kestabilan dan kesejahteraan yang hakiki. Di era modern, nilai-nilai ini tetap relevan sebagai landasan dalam membangun tata kelola pemerintahan yang berintegritas dan berkeadilan. Karena sejatinya, kepemimpinan adalah tanggung jawab, bukan sekadar kekuasaan.

Daftar Pustaka
1. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Kementerian Agama Republik Indonesia.
2. Al-Mawardi. (2000). Al-Ahkam As-Sultaniyyah (Hukum-Hukum Tata Negara dalam Islam). Terjemahan. Jakarta: Darul Falah.
3. Ibn Khaldun. (2000). Muqaddimah. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
4. Al-Ghazali. (1997). Ihya’ Ulumuddin. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Azzam.
5. Yusuf al-Qaradawi. (2001). Sistem Pemerintahan dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
6. Abu Yusuf. (1979). Kitab al-Kharaj. Kairo: Dar al-Ma’arif.
7. Syafi’i Antonio, M. (2002). Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Publishing.
8. Nasution, Harun. (1985). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
9. An-Nabhani, Taqiyuddin. (1994). Mafahim Siyasiyah Hizb al-Tahrir. Beirut: Dar al-Ummah.
10. Kamali, Mohammad Hashim. (2008). Principles of Islamic Jurisprudence. Cambridge: Islamic Texts Society.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *