Dilema Mahasiswa antara Kuliah dan Asmara: Ketika Logika Bertemu Rasa
Oleh Dr Abdul Wadud Nafis LC. MEI
Masa kuliah adalah fase transisi menuju kedewasaan yang penuh warna. Di satu sisi, mahasiswa dituntut untuk fokus pada akademik dan membangun masa depan. Di sisi lain, hadir godaan asmara yang menyenangkan, menggetarkan, dan kadang membingungkan. Ketika cinta datang di tengah kesibukan kuliah, banyak mahasiswa dihadapkan pada dilema: mana yang harus diprioritaskan, kuliah atau asmara?
1. Realitas Kehidupan Mahasiswa
Mahasiswa menjalani masa pencarian jati diri, bukan hanya dalam ilmu tetapi juga dalam relasi sosial.
Cinta menjadi bagian alami dari dinamika usia dan lingkungan kampus yang mendukung interaksi intens.
2. Asmara: Semangat atau Penghambat?
Positif: Asmara bisa menjadi penyemangat. Hubungan yang sehat mendorong motivasi belajar, memberi dukungan emosional, dan memperluas perspektif hidup.
Negatif: Asmara bisa jadi distraksi. Hubungan yang toxic dapat menguras energi, mengganggu fokus kuliah, hingga menyebabkan stres akademik.
3. Kuliah: Jalan Masa Depan
Kuliah adalah investasi jangka panjang. Kualitas belajar, IPK, dan keterampilan yang didapat akan menentukan masa depan.
Sayangnya, banyak mahasiswa terlena dalam hubungan cinta yang justru merugikan masa depan akademiknya.
4. Menemukan Keseimbangan
Mahasiswa perlu membangun kesadaran: cinta itu penting, tapi masa depan lebih penting.
Penting membuat kesepakatan dengan pasangan: sama-sama mendukung prestasi, bukan saling membebani.
5. Strategi Menghadapi Dilema
Manajemen waktu: Alokasikan waktu untuk belajar dan berkualitas bersama pasangan secara seimbang.
Komunikasi sehat: Buka ruang dialog dengan pasangan soal target akademik dan rencana masa depan.
Evaluasi hubungan: Jika hubungan mulai mengganggu studi, pertimbangkan apakah masih sehat untuk dilanjutkan.
Penutup: Dilema antara kuliah dan asmara bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tapi harus dikelola dengan bijak. Cinta yang baik adalah yang mendorong pertumbuhan, bukan yang menghambat. Mahasiswa hebat adalah mereka yang mampu merajut cinta tanpa melupakan cita-cita.
Daftar Pustaka
1. Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.
2. Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (Edisi ke-13). Jakarta: Erlangga.
3. Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
4. Zakiah Daradjat. (1990). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang.
5. Rakhmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
6. Surya, M. (2003). Psikologi Remaja dan Permasalahannya. Bandung: CV Pustaka Setia.
7. Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
8. Shochib, M. (1998). Pendidikan Karakter di Era Milenial. Yogyakarta: LKiS.
9. Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
10. Kompas.com. (2021). Fenomena Mahasiswa Galau Akibat Putus Cinta, Bagaimana Menyikapinya?. Diakses dari: https://www.kompas.com
11. Leonardo AI. (2025). Illustration: Student dilemma between love and studies [AI-generated image]. https://app.leonardo.ai